Selasa, 14 Mei 2013

Ekspedisi Nambo (Part IV/Selesai)


Oke kembali bersama saya di +114m Nambo, sebuah Stasiun legendaris yang megah itu. Dimana dipostingan saya terdahulu sudah saya ceritakan berbagai petualangan saya mengarungi dua buah batang besi yang membentang dari Citayam sampai Nambo.

Beberapa hari terakhir santer terdengar kabar jika jalur Nambo yang telah lama mati suri itu akan dilewati KLB, ya di socmed pun sudah heboh oleh foto yang diunggah oleh Pak Iwan Santoso yang mana di foto tersebut terbingkai sebuah Lokomotif bertipe CC 204 sedang singgah di Stasiun Cibinong. Ternyata itu adalah uji coba jalur karena jalur yang telah digadang-gadang akan dilalui KRL itu ternyata akan dilalui kereta semen. Fck Yea!

Senin siang, muncul info lagi dari teleks yang diterima Pak Iwan bahwa besok akan dijalankan KLB relasi Jakarta Gudang -  Nambo dengan rangkaian lok+20 gerbong datar. Agak terharu juga sih, nggak nyangka itu lintas bakal aktif juga, dan berhubung besok itu gakada UTS karena udah praktikum, saya pun berniat mengabadikannya dalam lensa kamera kesayangan saya.

Selasa pagi, sekitar pukul 09.00, saya pamit untuk pergi hunting ke lintas ini, berbekal kamera dan stok minuman saya berangkat menggunakan angkot. Sepanjang jalan saya terus memutar otak untuk menentukan spot mana yang akan saya pakai untuk menjepret rangkaian tersebut. Akhirnya saya terpaksa trekking dari Stasiun Gunung Putri yang masih mengenaskan kondisinya hingga ke perbukitan kapur sebelum Stasiun Nambo. Namun saya berubah pikiran, mengapa tidak sekalian ke Nambo saja?

Lalu saya pun melanjutkan perjalanan ke Stasiun Nambo, diperjalanan saya bertemu seorang pegawai PT KA yang hanya tersenyum melihat saya (Mungkin dikira saya petugas lapangan yang juga menyambut rangkaian ini). Dan akhirnya saya sampai ke Stasiun Nambo.


Terlihat beberapa palet untuk tempat semen diatas gerbong datar nanti...


Lama kita tak jumpa...

Setelah memotret alakadarnya, saya pun menemui petugas keamanan setempat, mereka menyambut saya dengan ramah. Saya pun bertanya soal KLB hari ini dan mereka mengiyakan. Hingga saya menemui Kepala Stasiun untuk meminta izin perihal pemotretan disekitar stasiun. Beliau sebenarnya memperbolehkan, namun beliau tidak mau ambil resiko karena tidak punya wewenang jadi menganjurkan saya untuk menemui humas Daop 1 JAK. Setelah berwacana saya pun pamit dan segera menuju spot rencana awal saya: Jembatan Kali Cileungsi.

Saya sempat terpikir untuk mendaki bukit agar bisa mengabadikan rangkaian dalam posisi "High Angle". Urung karena teriknya hari dan saya bingung mau manjat dari sebelah mana. Alhasil saya gelar lapak di salah satu "sleko" di Jembatan Kali Cileungsi. Lama menunggu ternyata saya mendapat info jika rangkaian KLB terlambat dan baru melintas Stasiun Manggarai. beranjaklah saya daripada musti membuat kulit semakin gosong dihajar panas matahari yang sedang kurang bersahabat. meskipun angin terasa sejuk membelai, namun karena rasa haus semakin
menjadi, saya pun mencari tempat yang menjual air mineral sambil memikirkan spot baru untuk memotret.

JEMBATAN CIKEAS! terbesit dalam benak saya untuk pergi kesana, karena itulah spot paling spektakuler di jalur ini, berhubung rangkaian masih jauh saya berjalan kesana sambil bertaruh, "Dapat tidak dapat saya sudah berusaha yang penting saya harus minum dulu", pikir saya. Saya pun menuju mini market di dekat viaduk Gunung Putri.

Sepanjang perjalanan, saya bertemu beberapa petugas diperlintasan-perlintasan liar. Sudah dekat rupanya, saya pun semakin mempercepat langkah dan sesekali bertanya kepada petugas di lintas soal rangkaian yang akan melintas hingga akhirnya saya sampai di Jembatan Cikeas.

 Masih seperti dulu, tanpa pagar dan sleko.

 
Setelah tak lama menunggu, melintaslah "Sang Bintang" hari ini.

Demikian akhir dari ekspedisi ini, salah benarnya saya mohon maaf.
Jayalah Perkeretaapian negeriku.


Note:
KLB  = Kereta Luar Biasa/Kereta yang berjalan diluar jadwal reguler.
Sleko = Semacam tempat berdiri berukuran +/- 1x1m yang biasa terdapat di sisi jembatan atau terowongan kereta api yang digunakan untuk berlidung para petugas jalan rel yang sedang bertugas ditempat tersebut jika ada rangkaian kereta api yang lewat.

Minggu, 31 Maret 2013

KRL Ekonomi: Sebuah Pesan, Sebuah Kesan.

Akhir-akhir ini gue dibuat gundah gulana oleh keputusan PT KAI menghentikan operasional KRL Kelas 3. Oke mungkin ini terdengar berlebihan, tapi itulah yang gue rasakan. Suasana bersama sepoi angin yang terus menerpa gue saat berjibaku di pintu kereta tua akan musnah, termakan udara (yang katanya segar) dari freon AC yang ngga dingin-dingin amat. Disini gue engga mau sok pinter meghujat keputusan PT KAI dengan statement-statement yang enggak berguna, karena gue tahu pasti mereka pun punya alasan tersendiri. Tapi kalo gue kebayang semua hal-hal yang menyangkut transportasi rakyat ini, rasanya mbrebes mili...


Nyaris setahun belakangan gue mulai intens menggunakan moda transportasi berbasis rel ini. Cepat dan bebas macet, itulah alasannya. Meskipun gue Cuma naik 3 petak stasiun aja. Tapi efek terhadap waktu tempuh perjalanan pulang kuliah terasa sangat signifikan. Lagipula gue paling engga betah kejebak macet ditambah kejepit didalam sebuah gubug berjalan bernama angkot. Apalagi kalo ditambah rasa pengen jaber. Ampun...

Memang, terkadang agak lama gue musti nunggu kereta ekonomi. Namun dengan berbagai perhitungan, gue pun merasa nyaman. Karena di stasiun ada Musholla, toilet, tukang makanan dan minuman ditambah *ahem* pemandangan Mahasiswi UI yang kece. Hihihi, darisitulah gue mulai rela bergelantungan dipintu sampai naik di kabin masinis yang tidak digunakan. Karena pada dasarnya gue bukan termasuk anak yang mendewa-dewakan kendaraan roda dua. Jalanan udah macet, gue pake motor ya tambah macet. Logikanya kalo semua orang punya pola pikir seperti itu, niscaya jalanan akan lengang seperti lapangan. Sayangnya enggak, ditambah keacuhan pemerintah dalam menyediakan moda transportasi massal yang aman, nyaman dan terjangkau untuk semua kalangan. 

Hari terus berlalu, pengurangan jadwal KRL Eko panas mulai semakin terasa, di jalur Tangerang sudah tinggal sejarah. Jalur Bekasi sisa satu rangkaian yang Cuma mondar-mandir pagi sama sore. Meskipun kalo siang agak tertolong sama KA Lokal Purwakarta, namun tetap saja menyebalkan. Tapi gue enggak sendirian, beberapa teman akrab di kampus pun juga bernasib sama, menggantungkan harapan selamat dan tepat waktu sampai tujuan diatas kaleng tua yang bertenaga listrik ini. Bahkan ada yang mantan “atapers”. Walaupun dia sekarang sudah sadar itu tindakan bodoh. Kami sering jalan bersama ke stasiun, terkadang jika waktu senggang kami jalan-jalan ke Bogor hanya untuk refreshing bolak-balik naik KRL. Terpaan angin, riuh celoteh pedagang sampai pengamen silih berganti. Mewarnai laju benda uzur bernama KRL Ekonomi.

Apakah yang pemerintah lakukan untuk kita? Kaum yang rela mengorbankan kenyamanan demi kepentingan bersama. Kami bukan personal egois yang hanya bisa mengumpat dibalik kemudi sambil membakar BBM Bersubsidi. Kami adalah komunal  yang sadar akan konsep transportasi massal. Karena hanya itu solusi kemacetan yang sesungguhnya. Bukan jalan layang, terowongan under pass apalagi jalan TOL. Tapi apa yang kita dapat? Keacuhan orang-orang berdasi yang hobi menunda subsidi untuk KRL Ekonomi.

Dibalik semua kegundahan, gue pun mencoba mengumpulkan semua kenangan-kenangan bersama Kereta Rakyat ini, dari mengumpulkan tiket sampai mengabadikannya dalam lensa kamera usang gue. Setidaknya nanti gue bisa punya cerita buat anak gue kelak, jika dahulu ada moda transportasi bernama KRL Ekonomi.

Sabtu, 12 Januari 2013

Script Membuat Program Penjualan Tiket Kereta Api Dengan Borland C++

Ya sekali-kali posting yg berbau materi biar kayak anak kuliahan tea, alih-alih belajar buat UAS malah jadi program yg lumayan deh buat ngasah otak yg ngga tajem-tajem ini.

Yuk yuk yuk langsung aja yaaa....
#include
#include
#include
#include

char kd[5], *nmtkt[5];
long hrg[5], ttl[5], ubay, ukem, grandtotal;
int jml[5], x, y;

nama()
{
    if
    ((kd[x]=='a')||(kd[x]=='A'))
    {
    nmtkt[x]="Senja Utama Yogya";
    hrg[x]=200000;
    }
    else if
    ((kd[x]=='b')||(kd[x]=='B'))
    {
    nmtkt[x]="GBM Selatan";
    hrg[x]=33500;
    }
    else if
    ((kd[x]=='c')||(kd[x]=='C'))
    {
    nmtkt[x]="KutoJaya Utara";
    hrg[x]=28000;
    }
    else if
    ((kd[x]=='d')||(kd[x]=='D'))
    {
    nmtkt[x]="Bangunkarta";
    hrg[x]=280000;
    }
    else if
    ((kd[x]=='e')||(kd[x]=='E'))
    {
    nmtkt[x]="Kertajaya";
    hrg[x]=41500;
    }
}

pembayaran()
{
    ttl[x]=jml[x]*hrg[x];
}

main()
{
clrscr();
cout<<"*******************************************************************"<cout<<"            Loket Pemesanan Tiket Kereta Api"<cout<<"               Stasiun Pasar Senen (PSE)"<cout<<"*******************************************************************"<cout<<"Masukan Jumlah Data:";cin>>y;
for(x=1;x<=y;x++)
{
cout<<"Kode Kereta Api:";cin>>kd[x];
cout<<"Jumlah Beli    :";cin>>jml[x];
cout<<"    "<cout<<"    "<
nama();
pembayaran();
}

cout<
cout<<"=============================================================================="<cout<<"                  Struk Pemesanan Tiket Kereta Api"<cout<<"                 Stasiun Pasar Senen (PSE)"<cout<<"NO     KODE        NAMA KERETA           HARGA      JUMLAH         TOTAL  "<cout<<"=============================================================================="<for(x=1;x<=y;x++)
{
cout<cout<cout<cout<cout<cout<
cout<
cout<grandtotal=grandtotal+ttl[x];
}

cout<<"Total Bayar:"<cout<cout<<"Uang Bayar :";cin>>ubay;
ukem=ubay-grandtotal;
cout<<"Uang Kembali:"<getch();
}







Selamat mencoba.